Author Country Media Name Year Topic , Translator

Kejahatan Perang Belanda di Indonesia – C.J. Wisse, NJB

Kejahatan Perang Belanda di Indonesia

Nederlands Juristenblad (Netherlands Law Journal, NJB), 17 Februari 2023, oleh: Cornelis J. Wisse

Bila Belanda mengakui kejahatan yang dilakukannya sebagai kejahatan perang di bawah hukum internasional, maka ini telah menjadi kasus di bawah hukum internasional kala itu.

1. Pengantar

Pada 17 Februari 2022, Lembaga Kajian Perang, Holokaus dan Genosida (NIOD), Lembaga Kerajaan Belanda untuk Linguistik, Geografi dan Etnologi (KITLV), dan Lembaga Belanda untuk Sejarah Militer (NIMH) menerbitkan hasil program penelitiannya ‘Kemerdekaan, Dekolonisasi, Kekerasan dan Perang di Indonesia, 1945-1950.’

Pemerintah Belanda, dalam tanggapan resminya yang singkat, setuju bahwa pasukan Belanda menggunakan kekerasan ekstrem yang terstruktur dan meluas selama periode 1945-1949.

Pada 14 Desember 2022, Pemerintah Belanda mengeluarkan tanggapan kedua. Di dalamnya, pemerintah menyatakan bahwa istilah kejahatan perang tak berlaku bagi konflik non-internasional bila terjadi di periode tersebut karena Konvensi Genewa belum disepakati sampai tahun 1949 dan hukum internasional belum memidanakan pelanggaran atas hukum kemanusiaan dan hukum kejahatan perang.

Namun pertanyaannya adalah apakah pandangan ini bisa dipertahankan secara hukum?

Untuk menjawab pertanyaan ini, putusan Pengadilan Eropa untuk Hak Asasi Manusia (ECtHR) Kononov/Latvia akan dibahas singkat berikut ini.

Kebetulan, dalam tanggapan Pemerintah Belanda yang kedua, pemerintah secara eksplisit mengakui bentuk kekerasan ekstrem yang dilakukan kala itu, seperti penyiksaan dan eksekusi, yang kini dianggap sebagai kejahatan perang menurut standar hukum internasional yang berlaku.

2. Kononov/Latvia

Pada 17 Mei 2010, ECtHR memutuskan kasus tentang Vasily Kononov (yang kemudian disebut Kononov) yang merupakan eks komandan unit tentara yang berafiliasi dengan Uni Soviet, yang pada 27 Mei 1944, beroperasi jauh di belakang garis musuh di Latvia, membunuh sekelompok warga sipil Latvia yang dicurigai berkolaborasi dengan Nazi.

Pertanyaam hukum yang paling penting di meja hijau itu adalah apakah Kononov, berdasarkan peristiwa itu, bisa dihukum karena kejahatan perang di bawah hukum waktu itu.

Di paragraph 207 dari putusannya, ECtHR menjawab pertanyaan itu dengan tegas:

‘Piagam IMT Nuremberg memberikan definisi yang tak lengkap tentang kejahatan perang di mana tanggung jawab pidana individu dipertahankan dan putusan IMT Nuremberg berpendapat bahwa hukum kemanusiaan dalam Konvensi Den Haag dan Regulasi 1970 “diakui oleh semua bangsa beradab dan dianggap sebagai deklarasi hukum dan tradisi perang” di tahun 1939 dan pelanggaran terhadap ketentuan tersebut merupakan kejahatan di mana individu bisa dihukum. Ada kesepakatan dalam doktrin kekinian bahwa hukum internasional sudah mendefinisikan kejahatan perang dan syarat individu bisa dituntut. Konsekuensinya, Piagam IMT Nuremberg bukanlah hukum yang berlaku surut. Prinsip Nuremberg selanjutnya ditarik dari Piagam dan Putusan Nuremberg yang mengulangi definisi kejahatan perang yang diatur dalam Piagam tersebut dan bahwa siapa pun yang melakukan kejahatan perang di bawah hukum internasional  bertanggung jawab di depan hukum.’

Singkatnya, menurut pendapat ECtHR, sebelum Konvensi Genewa tahun 1949, ada juga situasi di mana kejahatan perang sudah didefinisikan seperti itu dalam hukum internasional.

Penting dicatat bahwa meskipun Latvia masih dijajah Jerman pada 27 mei 1944, ia secara resmi merupakan bagian dari Uni Soviet, yang merebutnya kembali dari Jerman tak lama kemudian, yang berarti bahwa istilah konflik internasional tak berlaku untuk kasus ini.

3. Kesimpulan

Pendirian Pemerintah Belanda bahwa klasifikasi kejahatan perang tak bisa diberlakukan pada konflik Indonesia selama periode 1945-1949 karena kurangnya dasar hukum, tak bisa dipertahankan secara hukum.

Bila Pemerintah Belanda mengakui kasus yang terjadi itu diklasifikasikan sebagai kejahatan perang di bawah hukum internasional saat ini, sepert: penyiksaan, pembunuhan di luar hukum, maka kesimpuloannya ia sudah menjadi kasus di bawah hukum internasional kala itu.

Pendapat pemerintah Belanda bahwa perang di Indonesia selama periode 1945-1949 bukanlah konflik internasional – kualifikasi yang ditolak Indonesia karena proklamasi kemerdekaan terjadi pada 17 Agustus 1945  – juga tak membantu pemerintah dalam hal ini.

Bagaimana pun juga, hal yang sama berlaku bagi kejahatan perang yang dilakukan Kononov di Latvia, yang dijajah Jerman waktu itu, namun Latvia secara resmi merupakan bagian dari Uni Soviet. Kasus ini kemudian tak mencegah ECtHR untuk menegaskan bahwa Kononov bersalah atas kejahatan perang kala itu.