Dalam diskusi meja bundar di NIOD, Michael van Zeijl menyajikan bukti pembayaran hutang Indonesia ke Belanda. Dia menemukan dokumen di Arsip Nasional Belanda yang menunjukkan bahwa Indonesia jelas telah membayar sebagian besar dari jumlah hutangnya. Dan parahnya, ternyata hitungan 4,5 milyar hanyalah asal hitung, dibuat terlalu tinggi, yang berarti bahwa Indonesia ternyata membayar untuk perang kolonial yang diluncurkan untuk menghancurkan mereka. (Ingat bahwa pemerintah Belanda awalnya bahkan berani untuk meminta 6,5 milyar gulden, yang ditolak di Konferensi Meja Bundar/KMB).
Pada 1956 ketika Indonesia menyadari bahwa mereka ternyata membayar untuk perang kolonial, sebagai balasan mereka menasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda sebagai cara untuk mendapatkan uangnya kembali. Fakta ini bertentangan dengan anggapan umum bahwa Indonesia menasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda yang cenderung disebabkan karena kecewa dengan klaim Belanda atas Papua Barat.
Ini penting untuk ditekankan bahwa temuan yang sangat sensitif ini ditemukan oleh seorang aktivis. Van Zeijl bukan seorang akademisi, dia menyempatkan diri mencari arsip saat waktu luangnya. Lalu, bagaimana dengan kompetensi para peneliti yang saat ini sedang menghabiskan 4,1 juta Euro, uang dari pembayar pajak, untuk meneliti ‘kekerasan ekstrem’?
Bagaimana bisa isu tentang pembayaran tersebut sejak lama kabur dan tak jelas? Setelah bertanya, para peneliti itu mengatakan bahwa isu pembayaran ini bukanlah pertanyaan ‘ya’ atau ‘tidak’. Mereka bahkan menganggap temuan Van Zeijl’s hanya merupakan pendapat pribadinya. Seolah-olah ada beberapa jawaban yang mungkin. Tetapi hanya ada satu jawaban yang cukup tentang kebenaran.
Terlepas dari penipuan Belanda (meminta terlalu banyak uang, mengajukannya sebagai hutang pra-perang dari pemerintahan kolonial) yang sekarang telah terbukti oleh dokumen arsip, tentu saja ini tak bisa diterima bahwa mantan terjajah harus membayar kepada penjajahnya. Jepang sebagai bekas penjajah Indonesia dipaksa untuk membayar perbaikan kerusakan. Jerman juga harus membayar kompensasi kepada para korban Perang Dunia II. Kenapa dalam kasus Belanda-Indonesia malah korbannya yang dipaksa membayar kepada penjajahnya? Bagaimana bisa si penjajah lolos dari masalah ini sampai hari ini?