Bunga untuk Francisca Pattipilohy
Jawaban dia, 19 September 2018:
“Sebagai salah satu inisiator surat terbuka, saya tidak diundang dalam pertemuan pada pertemuan 13 September 2013. Terkait dengan ini saya menyampaikan pesan melalui video. Yang mengejutkan, hal ini mendapat jawaban dari pimpinan proyek penelitian dengan mengirimi saya bunga. Terdapat sebuah kartu kecil dimana mereka berterimakasih atas inisiasi saya turut berkontribusi.
Pertunjukan dari “Delta Dua” menggambarkan persepsi dari Raymond Westerling dan dua maluku bersaudara: seorang pro Indonesia dan seorang lagi pro KNIL.
Pertunjukan tidak menjelaskan apakah kebencian dua saudara ini hasil nyata dari politik pecah belah dan kuasai, dampak dari rasisme sistem kolonial.
Lebih jauh lagi, sesi wawancara dengan generasi ketiga merefleksikan fakta bahwa generasi muda Belanda tidak mengenal sejarah mereka sendiri, sebagian disebabkan karena mereka tidak mendapatkan pelajaran ini disekolah. Hanya pidato dari Bonnie Triyana dan Jeffry Pondaag yang membahas tiga abad pendudukan Belanda.
Pimpinan proyek tidak pernah menginformasikan status dari studi ini padahal sudah berjalan selama satu tahun. Juga belum jelas siapa peneliti dari pihak Indonesia yang terlibat. Hanya nama dari dua orang pimpinan yaitu Prof Bambang Purwanto dan Abdul Wahid. Saya juga memperhatikan kontroversi keterlibatan Oostindie ( yang ingin menulis sintesis sebagai ahli yang bukan orang Indonesia) tidak dibahas.
Sebagaimana yang saya tekankan dalam pesan video, masalah yang terpenting adalah penentuan titik awal dari riset adalah pengakuan yang bukan hanya secara de facto atas kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Jika mereka mengakui 1945 sebagai awal dari merdekanya Indonesia, maka sub project tentang bersiap tidaklah penting. Tidak terjadi kevakuman kekuasaan pada masa itu. Kalaupun ada kevakuman maka hanya terjadi dua hari : hari dikalahkannya Jepang pada 15 Agustus 1945 dan lahirnya proklamasi Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Sub project yang membahas kekerasan dan perang harus dimulai dari penyebabnya, sebagaimana yang telah saya sampaikan di pesan video. Pada periode 1945-1950, kedaulatan Republik Indonesia setelah 3,5 abad dan 3,5 tahun penindasan kolonial dan tekanan diserang oleh lebih dari 100.000 pasukan Belanda bersenjata modern.
Dengan kata lain, seluruh fokus penelitian diperdalam dari bagian yang tak pernah dituliskan dalam sejarah nasional Belanda: pelanggaran hukum atas pendudukan mereka di Indonesia, sebuah negeri yang 55 kali lebih besar daripada Belanda.”