Siaran Pers: Pengadilan Tinggi Amsterdam mengabaikan argumen K.U.K.B. dalam ‘Kasus Bersiap’ melawan Rijksmuseum
KUKB.nl, Heemskerk, January 8, 2023
Pada hari Kamis 5 Januari, Pengadilan Amsterdam menerbitkan putusan dalam perkara hukum Yayasan K.U.K.B. melawan Rijksmuseum. Putusannya: Pengaduan yayasan ditolak.
Putusan tersebut menunjukkan bahwa pengadilan mengabaikan sama sekali dalil-dalil substantif K.U.K.B. terhadap penggunaan istilah ‘bersiap’. Para hakim menyatakan bahwa mereka mengikuti alur berpikir Rijksmuseum dan bagaimana Rijksmuseum menafsirkan istilah tersebut, namun mereka tidak menjelaskan alasannya. Putusan tersebut tidak memberikan alasan yang tepat yang mendasarkan mengapa para hakim memilih untuk mengabaikan argumen yang dikemukakan K.U.K.B. dalam persidangan 13 Oktober 2022. Menurut pengadilan, konsep ‘bersiap’ tidak mengandung pengertian negatif mengenai bangsa Indonesia sebagai kelompok yang mendasarkan pada ras. Menurut Jaksa Penuntut Umum Belanda maupun Pengadilan Amsterdam mengklaim bahwa istilah ‘bersiap’ hanya digunakan “untuk menunjuk satu periode tertentu dalam sejarah.”
Namun, posisi yayasan K.U.K.B. adalah bahwa periode Bersiap – dalam arti peristiwa yang berdiri sendiri dalam periode tertentu, periode kekerasan sepihak yang dilakukan terhadap penjajah – tidak ada, dan bahwa keseluruhan konsep tersebut adalah rekayasa Belanda dan ekspresi rasisme terhadap bangsa Indonesia. Karena putusan pengadilan tidak memiliki alasan yang kuat, yayasan merasa pengaduan mereka tidak ditanggapi dengan serius oleh pegadilan, Ketua Yayasan Jeffry Pondaag mengatakan: “Pengadilan membeo Jaksa Penuntut Umum. Sejujurnya, saya tidak berharap banyak dari para hakim kulit putih ini yang telah menyerap (menjiwai) ide-ide kolonial sejak usia sangat muda.”
Tahun lalu, pada Januari 2022, yayasan K.U.K.B. melaporkan Rijksmuseum ke polisi, termasuk direktur dan kuratornya, karena menggunakan istilah Bersiap dalam pameran Revolusi. Pameran tersebut berfokus pada Perang Kemerdekaan Indonesia (1945-1949) yang berlangsung dari Februari hingga Juni 2022. Jaksa Penuntut Umum Belanda menolak kasus tersebut, setelah itu K.U.K.B. mengajukan pengaduan melalui prosedur hukum khusus. Selama persidangan di bulan Oktober, Pondaag dibantu oleh Dida Pattipilohy dan sejarawan Marjolein van Pagee, yang mempertahankan kasus tersebut di pengadilan. (Membaca gugatan mereka di sini.)
Sebelum pameran dilaksanakan, kurator pameran Harm Stevens dan direktur Dibbits diinformasikan terkait dengan penafsiran kata Bersiap dalam bahasa Belanda. Pada bulan Juni 2021, Yayasan K.U.K.B. hadir dalam sebuah pertemuan di Rijksmuseum, yang membahas rencana pameran Revolusi secara detil.
Selain itu, pada bulan Januari 2022, menjelang pembukaan pameran, kurator tamu dari Indonesia, Bonnie Triyana, menuliskan sebuah opini untuk surat kabar harian NRC yang menjelaskan bahwa istilah ‘bersiap’ adalah rasis. Opini Bonnie, menimbulkan perdebatan pro kontra, setelah itu direktur Dibbits secara terbuka menjaga jarak dari opini tersebut, dia tetap bertahan atas pendapatnya bahwa istilah ‘bersiap’ bukanlah rasis.
Jeffry Pondaag menjelaskan “Bersiap, sebagaimana digunakan oleh Belanda, adalah penyalahgunaan istilah dalam bahasa Indonesia. Bagi orang Indonesia, istilah kata tersebut adalah kata yang biasa digunakan sebagaimana kata-kata lainnya. Penting untuk digaris bawahi bahwa Belanda yang tinggal selama 350 tahun di Indonesia tetapi tidak mampu berbicara bahasa Indonesia. Dengan menyalahgunakan kata ‘bersiap’, mereka mengubah arti kata yang asli menjadi makna lain yang membuat Indonesia menjadi buruk”. Pondaag menegaskan, yayasan tidak menganjurkan penghapusan kata tersebut karena merupakan kata yang netral dalam bahasa Indonesia, namun ia tentang secara khusus makna yang dilekatkan oleh Belanda pada kata tersebut, yang tak lain adalah rasisme.
Pada saat sidang pemeriksaan, Jaksa Penuntut Umum Belanda mengakui bahwa topik ‘bersiap’ dapat berdampak emosional bagi orang Indonesia, tapi menurut hukum pidana Belanda itu tidaklah menyinggung seluruh orang Indonesia berdasarkan ras. Argumentasi yang sama persis, digunakan oleh Pengadilan Tinggi dalam putusan banding mereka.
Baik pengadilan tinggi maupun Jaksa Penuntut Umum memilih untuk membela Rijksmuseum dan tak ada satupun dari mereka yang menanggapi penjelasan sejarah dan dasar hukum yang disampaikan K.U.K.B dan sejarawan Marjolein van Pagee. Pondaag mengatakan: “Belanda membanggakan diri sebagai negara hukum yang demokratis, tetapi yang saya lihat adalah orang kulit putih saling melindungi dan mengabaikan apa yang disampaikan oleh orang Indonesia.”
—
Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut, silahkan hubungi kami di: +31638613795 atau +6282114522199
Membaca juga:
Kantor Pengadilan Amsterdam menerima pengaduan Yayasan K.U.K.B untuk ditinjau