Peneliti Belanda: Riset Kami Bukan untuk Mengubah Sejarah Indonesia
Detiknews, 20 september 2017, oleh: Danu Damarjati
Belanda melakukan riset terhadap perang kemerdekaan Indonesia. Suara tidak setuju muncul dari kalangan sejarawan, termasuk kekhawatiran Belanda akan mengubah sejarah Indonesia.
Pihak peneliti Belanda menjelaskan riset yang bertajuk ‘Dekolonisasi, Kekerasan, dan Perang di Indonesia, 1945-1950’ ini akan dilakukan di sejumlah tempat. Di Indonesia, wilayah di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali menjadi lapangan penelitian.
“Seleksi final belum ditentukan, namun wilayah yang kami pilih sejauh ini adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Kalimantan,” kata koordinator proyek riset ini, Ireen Hoogenboom, dalam pernyataannya, Rabu (20/9/2017).
Ada tiga lembaga Belanda yang menyelenggarakan riset ini, yakni Lembaga Ilmu Bahasa, Negara, dan Antropologi Kerajaan Belanda (KITLV); Lembaga Belanda untuk Penelitian Perang, Holocaust, dan Genosida (NIOD); serta Lembaga Penelitian Belanda untuk Sejarah Militer (NIMH). Mereka menyatakan bekerja sama dengan pihak peneliti Indonesia, tapi bukan bekerja sama dengan pemerintah Indonesia.
“Ini juga bukan riset ‘pemerintah ke pemerintah’. Riset ini hanya berada dalam level akademis,” kata Ireen.
Belanda bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam proyek senilai 4,1 juta euro ini. UGM menjadi pihak yang berhak menyeleksi peneliti yang ikut serta dalam riset ini.
“Akan ada satu peneliti per wilayah. UGM akan mendampingi dalam membuat dialog akademis antara peneliti Indonesia dan Belanda, dan tak akan mengintervensi sisi Belanda. Mereka akan berkoordinasi dengan para peneliti Indonesia untuk menuliskan laporan mereka dalam buku-buku yang terpisah atau karya ilmiah,” tutur Ireen.
Penelitian yang juga bakal berfokus pada ‘periode bersiap’ penuh kekejaman pasca-pendudukan Jepang ini dinyatakannya bakal bersifat independen, meski tiga lembaga yang melaksanakan riset ini didanai pemerintah Belanda. Penelitian ini dikatakan telah dinilai oleh Dewan Penasihat Ilmiah. Tanggapan dari masyarakat terkait riset ini juga akan senantiasa didengar.
Ireen sekaligus menanggapi sejarawan dari Universitas Indonesia (UI) Rushdy Hoesein yang khawatir riset ini akan mengubah sejarah Indonesia. Rushdy juga berpandangan Belanda punya maksud menyangkal tanggal kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945. Riset ini bisa mengarahkan penelitian selanjutnya bahwa Indonesia merdeka pada 27 Desember 1945 sebagaimana dulu Belanda mengakuinya. Namun Ireen menjelaskan bahwa hal itu tidak benar.
“Riset ini bukan bertujuan untuk mengubah sejarah Indonesia dan jelas tak akan menyangkal 17 Agustus (saya harap ini bisa meyakinkan Pak Rushdy Hoesein),” kata Ireen.
Hasil proyek ilmiah ini juga bukan ditujukan sebagai justifikasi sikap Belanda terhadap Indonesia di masa lalu dan bukan pula ditujukan untuk mendukung sikap politik Belanda pada era kini. Sebagaimana diketahui, kehadiran Belanda di Nusantara merupakan aksi kolonialisme. Kemudian Indonesia memerdekakan diri. Pada 1945 dan 1946, yakni pasca-euforia kemerdekaan, terjadi periode bersiap yang penuh kekerasan.
“Tujuan riset ini adalah mencari tahu (sejauh yang dimungkinkan) ‘apa yang terjadi dan mengapa terjadi’. Ini bukan untuk membenarkan atau untuk membuat sikap politik,” kata Ireen.
Peneliti dari Belanda pendiri yayasan Histori Bersama, Marjolein van Pagee, menyoroti soal kurangnya keikutsertaan peneliti Indonesia dalam riset ini. Dia juga mempertanyakan tidak terlibatnya Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) dalam penelitian ini, dan curiga bahwa penelitian ini diizinkan serta didanai pemerintah Belanda di tengah kasus di pengadilan Den Haag antara pemerintah dan KUKB. Pemerintah Belanda dituntut ganti rugi atas penjajahan di Indonesia.
“Riset sejarah ini ditujukan independen. KUKB tidak diikutsertakan dalam penelitian. Namun demikian, saya tahu ada hubungan antara proyek ‘Saksi-saksi dan Teman Sezaman’ dan KUKB karena mereka memberikan masukan terkait saksi dari orang-orang Indonesia,” kata dia.
Saksi-saksi dan Teman Sezaman adalah bagian dari penelitian ini, yang berisi para saksi hidup sejarah perang dekolonisasi masa lalu. Peneliti mengundang mereka untuk bercerita tentang pengalaman zaman perang itu.